Minggu, 26 Januari 2014



“.. kemudian saya berpikir lagi. Bukankah setiap orang itu punya ujian masing-masing ya?Bukankah tak ada manusia yang sempurna? Sungguh, di atas langit masih ada langit. Artinya, dia yang kita lihat sebagai orang paling bahagia pasti memiliki luka, memiliki hari-hari yang tak enak. Bukankah begitu?
Jadi, ketika kita melihat orang lain itu punya segalanya dan bahagia, seharusnya kita tidak perlu iri. Rasanya tak pantas, seperti menggugat Allah saja, kita iri dengan manusia lain yang diberi bahagia lebih oleh Allah. Suatu saat nanti, kita pasti punya bahagia sendiri yang tidak dimiliki orang lain. Bahagia tiap orang itu berbeda. Bahagia kita tidak akan sama dengan bahagia orang lain, karena Allah Maha Tahu takaran yang pas untuk kita. Kalau kita hanya punya rezeki segini setelah seharian banting tulang, sementara orang lain dengan hanya kerja sedikit, memeroleh uang banyak, toh kita tetap bahagia.
Pepatah bilang, “Rumput tetangga selalu terlihat lebih hija”. Begitulah. Jadi , seolah-olah memang kelihatannya indah. Pada kenyataannya? Belum tentu! Oleh sebab itu, tak perlulah merasa iri terhadap hamba Allah yang lain. Namun, bisa dimengerti kalau kita ini manusia biasa. Manusia yang memang tak kan pernah merasa puas dengan segala atribut dunia ini. Dunia seisinya tak akan mampu memuaskan hasrat dan keinginan kita. Pun jika dituruti tetap tidak akan menyelesaikan hasrat itu. Alih-alih puas, malah hanya akan melelahkan. Dilihat-lihat, ditimbang-timbang, pasti tak akan kita miliki. Sampai kita menangis sambil muntah darah juga tak akan bisa memiliki sesuatau yang memang bukan milik kita.
Anehnya, manusia kadang ingin memiliki sifat Allah, Maha Berkehendak. Padahal, manusia itu kan hanya hamba yang tak akan mampu memiliki semua yang ia kehendaki. Jika perilaku ini kita biarkan, maka kita sudah mengambil hak Allah. Sungguh, keinginan itu tak akan pernah terjadi. Sebaliknya, pada saat kita bersyukur dengan yang sedikit, dengan segala yang telah Allah tentukan untuk kita, Allah justru hadir dan mmberi lebih. Ini janji Allah, loh! Ketika kita mensyukuri yang sedikit ini maka Allah akan menambahkannya. Kalau kita tidak mau bersyukur, nanti justru diambil semua oleh Pemiliknya. Dan, Allah tidak pernah ingkar janji.
Bayangkan, jika semua yang kita kehendaki diberi oleh allah. Minta mobil, dikasih. Minta pendamping hidup yang cantik atau tampan, diberi. Minta uang milyaran, di ATM langsung ada. Lantas, di mana ladang ibadahnya, dong? Di mana penghambaan kita akan kita letakkan? Di mana air mata berlinang yang akan kita tumpahkan jika kemudian kita menjadi sombong dengan semua yang kita miliki?
Kalau semua semudah itu, jadi tak perlu lagi berdoa. Dan, pastinya manusia yang lemah dengan yang serba indah dan mudah tak akan mampu menerimanya. Biarlah yang sedikit ini kita terima. Yang penting cukup, yang penting bahagia, yang penting berkah, yang penting tidak jauh dari Allah. Nah, yang terakhir inilah yang terpenting. Kalau kita mengikuti dunia, sungguh kita tidak akan sanggup karena diatas langit masih ada langit yang ingin kita sentuh, masih ada langit yang lain.
Untuk menghibur diri, lihatlah ke bawah sekali-kali saja. Jangan keseringan, nanti tak punya harapan. Ketika hanya mampu naik motor maka lihat masih ada yang berjibaku kepanasan di dalam bus. Ketika kita hanya bisa makan tempe hari ini maka lihat masih ada yang belum makan tiga hari. Ketika kita belum juga mendapat pendamping hidup, berpikirlah, kan ada Allah yang tak pernah membiarkan kita sendiri. Kalau tidak punya uang puluhan juta, yang sedikit ini Alhamdulillah. Jadi, ketika hari kiamat, hisabnya tidak terlalu berat karena memang hanya cukup untuk makan dan ongkos sehari-hari.” – 84, Perempuan Pencari Tuhan