Jumat, 14 November 2014

Belum Waktunya


Matahari tidak akan terbit sebelum waktunya. Malam tidak akan turun sebelum waktunya. Sekalipun kita meronta ingin pagi lebih cepat datang atau malam lebih lama tenggelam.

Semua akan datang di waktunya masing-masing. Begitupun hidup kita. Memiliki waktunya masing-masing. Setiap orang ibarat tempat di berbagai belahan bumi. Diwaktu kita siang hari, orang lain baru saja tenggelam matahari. Semua memiliki waktunya masing-masing.

Kita tidak perlu sibuk mengenai waktu. Setiap orang memiliki kematiannya sendiri-sendiri. Setiap orang memiliki masa hidupnya sendiri-sendiri. Orang lain lahir lebih dulu dan mati lebih dulu. Itu karena memang waktu mereka. Kita tidak perlu bersedih hati dengan membanding-bandingkan waktu.

Ketika orang lain telah sampai di ujung senja sementara kita baru matahari sepenggalah. Kita tidak akan akan bisa mempercepat laju. Sebab waktu telah memiliki langkahnya yang pasti.

Ketika orang lain telah menikah, itu karena waktu miliknya telah sampai. Ketika orang lain memiliki anak-anak yang lucu, itu karena waktu miliknya telah sampai.

Banyak orang yang justru lebih terfokus pada waktu orang lain. Tidak peduli pada waktu miliknya sendiri. Sementara waktu terus berjalan. Dan orang itu kehabisan waktu hanya untuk menangisi kehidupannya sendiri yang dirasa tidak sempurna. Ia ingin senja yang manis sementara ia masih pagi. Lantas ia menjadi pagi yang murung, tidak menyinarkan semangat. Ia ingin malam yang cantik bertabur bintang sementara ia masih siang benderang. Lantas ia menjadi siang yang mendung, gelap menggelisahkan.

Kita tidak akan bisa mengejar waktu orang lain. Mereka tua dan kita tidak akan bisa membuat kita menjadi tua dengan mempercepat waktu. Dan ketika kita tua, kita tidak bisa mengembalikan waktu menjadi muda. Hidup adalah masalah waktu. Bagaimana kita menjadi sebaik-baik diri kita dalam waktu yang kita miliki. Menjadi pagi yang cerah dan memberikan harapan. Menjadi siang yang benderang, mengeringkan seluruh jemuran di muka bumi. Mengeringkan padi yang dijemur petani. Menerangi seluruh permukaan. Menjadi senja yang hangat dan sendu. Menjadi malam yang cantik dan melindungi. Semua adalah masalah waktu, tinggal bagaimana kita menyadari. Dimana kita berada saat ini. Dan bagaimana kita menjadikan diri kita sebaik mungkin dalam waktu yang sedang kita jalani.
Tidak perlu meminta sesuatu dipercepat atau diperlambat. Ia tidak akan datang jika belum waktunya. Dan waktu bergerak pasti. Bersabarlah dalam setiap detik, maka seluruh hidupmu akan dipenuhi kesabaran :)


Hujan Matahari, p.127

Rabu, 05 November 2014

Agama adalah Hakim


Diskusi-diskusi dengan teman selalu menghasilkan banyak pemahaman baru yang menarik. Tidak untuk dibenar-benarkan dan menjadi prinsip yang kemudian juga saya anut. Namun, saya menjadi belajar bahwa perjalanan hidup manusia yang berbeda-beda telah membuat cara berpikir seseorang dengan yang lain juga berbeda. Untuk satu masalah yang sama pun, seseorang memiliki cara pandang yang berbeda. Dan kali ini akan sangat disayangkan jika tidak saya tulis.

Agama adalah hakim, hakim dalam hal apa?

Di tengah usia 20+ dimana kita disajikan oleh berita akad nikah teman yang mirip jadwal shalat jumatan seminggu sekali. Dimana ketika ada seseorang yang datang yang bahkan kita tidak tahu siapa dan bagaimana. Dimana ketika kita dibuat bertanya-tanya tentang seseorang yang hadir di pikiran. Maka jadikanlah agama sebagai hakim.

Kita tidak pernah tahu bagaimana kehidupan beragama seseorang yang sebenar-benarnya saat ini. Hanya mendengar berita atau memperhatikan caranya berpakaian. Selebihnya kita tidak akan tahu jika kita tidak benar-benar mengenal kesehariannya. Karena agama bukanlah sekedar ibadah ritual; banyaknya hafalan, hitamnya jidat, panjangnya jenggot, lebarnya kerudung. Tidak seeksplisit itu. Agama itu ada di dalam hati, melebur hingga menjadi satu kesatuan dalam diri manusia. Menjadi cara berpikir, cara berbicara, cara berperilaku, semunya termanifestasi menjadi perilaku keseharian.

Kita tidak akan benar-benar tahu kehidupan beragama seseorang dan berapa derajat keimanannya di mata Allah. Lalu bagaimana kita bisa menerima seseorang yang datang tiba-tiba dalam hidup kita? Apalagi bila dia adalah orang yang sama sekali belum kita kenal baik kehidupannya?

Sementara Nabi mengatakan bahwa seseorang (menurutku ini berlaku tidak hanya untuk perempuan) dinikahi karena 4 hal; harta, keturunan, paras, dan agama. Dan dianjurkan memilih agamanya.

Lalu saya bertanya, “Kalau kita bisa mendapatkan keempatnya, mengapa hanya salah satu atau mendapatkan 3 dari 4 kriteria itu? Tidak salah dan tidak berdosa juga kan kita berharap dapat seseorang yang baik agamanya sekaligus cantik/tampan, berketurunan baik, dan kaya?”

Teman saya tersenyum. Di sinilah jawaban itu muncul.

"Seseorang yang memiliki pemahaman agama yang baik, seluruh pemahaman itu akan melebur menjadi dirinya. Ingat bahwa Nabi Muhammad akhlaknya adalah Al Quran kan? Kita dan sesorang yang datang itu bukan Nabi, tapi kita bisa mencontohnya. Seseorang saat ini tidak lagi bisa dinilai dari luarannya saja. Lihatlah bagaimana cara dia berbicara, berperilaku, uji pemikiriannya dengan pertanyaan kritis dan masalah, uji kesabarannya dengan amarah. Kita boleh banget berdoa untuk memiliki pendamping yang memiliki paras yang baik, kaya, juga berketurunan, tidak ada yang salah. Yang perlu kita pegang adalah jadikan agama sebagai hakimnya."

Saya masih menyimak pembicaraan ini.

"Maksudnya agama sebagai hakim?"

"Kita tidak akan bisa menilai agama seseorang saja dan mengesampingkan yang lain. Hanya karena dia terlihat beragama; rajin shalat, jidat hitam, kerudung panjang, hafalan seabrek. Tapi bicaranya kasar, pemikirannya tertutup, bahkan perilakunya bertentangan dengan tampilan luarnya. Buat apa?"

"Carilah seseorang dengan karakter yang baik, baru kamu lihat agamanya. Kamu hanya perlu ridha dengan agamanya sebagaimana apa yang dikatakan Nabi Muhammad. Artinya kamu cukup ridha bila dia hanya baru shalat wajib dan dhuha, belum banyak hafalannya, belum rajin puasa sunah, kerudungnya belum panjang atau bahkan mungkin belum mengenakan, dll. Karakter baik itu penting dan abadi berada dalam diri manusia. Karena karakter itu tidak dibentuk oleh pelajaran-pelajaran teori."

"Karena pemahaman agama itu benar-benar menjadi agama ketika terwujudkan menjadi seluruh cara hidup seseorang. Selebihnya dapat dipelajari perlahan. Al Quran saja diturunkan dalam jangka bertahun-tahun, pelan-pelan tidak langsung sekaligus. Seseorang tidak akan menjadi sangat alim, sangat soleh atau solehah dalam hitungan pendek. Semua adalah proses dan itu proses bersama kalian nantinya. Untuk menjaga proses itu berjalan dengan baik, kamu membutuhkan seseorang dengan karakter yang baik"

Saya mencatatnya.

"Jadikanlah agama sebagai hakim, bila dia cukup baik dan cukup memenuhi kriteria mubah/sunah yang kamu buat (misal bisa masak, cantik/tampan, penyayang anak-anak, dll) baru kamu lihat agamanya. Kalau kamu ridha, kamu sudah tahu jawabannya. Bila agamanya tidak baik, percuma kan karakter baik tapi kehidupan beragamanya kamu gak ridha, putuskanlah. Karena hidupnya tidak akan berakhir di dunia saja, masih ada kehidupan setelahnya dan kamu membutuhkan itu."

Teman saya selesai menjawab. Ku kira dia lebih “ustadz” daripada ustadz di televisi yang hanya haha hihi tanpa esensi. Saya mencatatnya, membaca ulang kesimpulannya.

"Agama adalah hakim untuk menerima atau menolak seseorang dan hakim selalu memutuskan setelah melihat semua komponen yang lain terlebih dahulu"

Credit to : kurniawangunadi.tumblr.com

Subhnallah. This guy always inspires me. I like the way he thinks and every post he made.

Senin, 08 September 2014

That's the big mistake a lot of people make when they wonder how soldiers can put their lives on the line day after day or how they can fight for something they may not believe in. Not everyone does. I've worked with soldiers on all sides of the political spectrum; I've met some who hated the army and others who wanted to make it a career. I've met geniuses and idiots, but when all is said and done,we do what we do for one another. For friendship. Not for country, not for patriotism, not because we're programmed killing machines, but because of the guy next to you. You fight for your friend, to keep him alive, and he fights for you, and everything about the army is built on this simple premise.- John (in Dear John by Nicholas Sparks)

Selasa, 02 September 2014

You absolutely destroyed me, did you know that? But you know what, I just wanna say thank you. I don't regret meeting you, but I don't wish you would magically come back into my life again because I believe God gives us someone like this for a reason. Someone who will hurt you a million times, someone who will leave you & not look back. But this person, they will make you a better person in the end. You will come out stronger than ever before and you will be happier without him than you were with him.